Sunday, March 23, 2014



TITIPAN-NYA




Sering kali aku berkata,
Ketika semua orang memuji milikku
Bahwa sesungguhnya ini hanyalah titipan
Bahwa rumahku hanyalah titipan-Nya
Bahwa hartaku hanyalah titipan-Nya
Bahwa putraku hanyalah titipan-Nya

Tetapi,mengapa aku tak pernah bertanya;
Mengapa Dia menitipkan padaku ?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ?
Dan kalau bukan milikku,apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya itu ?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?

Mengapa hatiku justru terasa berat,ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
Kusebut sebagai ujian,kusebut sebagai petaka
Kusebut itu sebagai panggilan apa saja untuk melukiskan kalau itu adalah derita

Ketika aku berdo'a,kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku
Aku ingin lebih banyak harta,ingin lebih banyak mobil,lebih banyak popularitas,dan kutolak sakit
Kutolak kemiskinan,seolah semua"derita" adalah hukuman bagiku
Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika:
Aku rajin beribadah,maka selayaknyalah derita menjauh dariku,dan nikmat dunia kerap menghampiriku

Kuperlakukan Dia sebagai mitra dagang,dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas"perlakuan baikku"
Dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku

Gusti,
Padahal tiap hari kuucapkan,hidup dan matiku hanya untuk beribadah
"Ketika langit dan bumi bersatu,bencana dan keberuntungan sama saja"

(salah satu Puisi terakhir WS Rendra yang dituliskan diatas ranjang RS sesaat sebelum wafat)
ini gue salin dari bbm teman gue (menurut gue, doi kurang passion sama yang namanya Puisi koQ doi berbagi ke gue, mungkin karena isinya betul-betul mengena, dimana hampir sebagian Kita lebih mencitai dunia dari pada akhirat, bisa jadi puisi dari Sang Maestro si Burung Merak, untuk mengingatkan Kita semua, itu mungkin maksud teman gue, btw terima kasih Bro ?).
 

Saturday, January 11, 2014

Ustadz Ku supir taxi Ku

Seminggu sebelum natal, gue, my bokin, dan my little angel alias Beebee cucu gue, sore jelang magrib, usai pemotretan di kantor Imigrasi Selatan bermaksud ke Citos untuk makan malam dengan menumpang taxi, kadang-kadang gue yang duduk didepan rasanya kurang enak, kalau 'gak ngajak ngobrol Sang Pengemudi (padahal kalau dibus malam selain dilarang mengeluarkan anggota tubuh juga dilarang bicara dengan supir), dari kartu pengemudi yang terpampang didepan gue, gue tahu namanya Pak Syamsuri, dipertengahan jalan diantara tempat duduk gue dan doi ada buku-buku tentang Jesus yang diberikan oleh penumpang sebelum gue, mereka para penyebar agama kristen, dan pak Syamsuri menyilakan gue untuk membaca tetapi tidak gue lakukan, selanjutnya  yang gue mulai menanyakan hal yang biasa gue lakukan saat memulai pembicaraan, " pak asalnya dari mana ? ", ia menjawab, " kalau saya dari Jawa Tengah " , terus gue balas lagi, " Sama dunk dengan istri dan cucu saya. " sambil menyebut asal istri gue dan cucu gue, dan terus gue sambung lagi kalau gue itu, " kakek dan nenek dari Ayah, dari Pakistan dan dari India, sedangkan Enyak gue bapaknya dari Arab/Hadromi/Yaman, India itu menurut masih belum maju, gue bilang bukan 'gak maju tetapi kesimbangan antara jumlah penduduk dan kemajuan yang dicapai memang belum balance, tetapi mereka tergolong negara yang maju dalam hal industri baik ringan maupun berat, bahkan India dan Pakistan memiliki  nuklir, ditengah kemacetan pembicaraan makin meluas, beliau naik haji 2002 gue sendiri setahun kemudian, 2003, rambatan pembicaraan sampai kemasalah-masalah Syiah, Ahmadiah juga masalah-masalah bid'ah-bidah dalam acara agama di TV mungkin KPI tidak punya anggota yang bisa menelaah masalah itu sehingga luput  bagi yang awam, pak Syamsuri bukan asal ngomong sesuatu yang berkaitan dengan pembicaraannya khususnya masalah Fiqih disampaikan sekalian dengan dalil-dalil dan tentunya ayat-ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan hal tersebut, ternyata bukan kali pertama gue naik taxinya, gue entah kapan pernah naik taxinya waktu itu, Kita juga bicara masalah keagamaan, sayang Citos udah diujung mata, maka gue yang sedang sinau dengan Sang Ustadz yang juga Supir taxi, harus mengakhiri, cuma ada kesan yang tertanam didalam diri gue, untuk terus meningkatkan kualitas ibadah, dan mencari Guru untuk mendalami Agama, biar ada bekal akhirat yang gue bawa nanti, biar gue juga bisa menjadi Imam yang baik bagi keluarga, sukron Ustadz Syamsuri !